Hand, Foot and Mouth Disease)

Posted: Desember 12, 2009 in Uncategorized

(Hand, Foot and Mouth Disease)

Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut (HFMD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan biasanya sembuh sendiri. Virus penyebab yang paling sering ditemukan adalah Coxsakie A-16 (COX A-16 dan enterovirus yang lain seperti enterovirus 71 (EV 71).
Gejala klinik yang ditemukan adalah demam ringan sampai berat, seperti herpangina, meningitis aseptik, ensefalitis, maupun edema pleura.
Kasus HFMD sejak tahun 1973 telah dilaporkan secara periodic di Australia, Swedia dan Jepang. Di Indonesia HFMD pertama kali dilaporkan di Batam dan Jakarta pada tahun 2000. Pada tahun 2001 pernah dilaporkan terjadinya wabah HFMD diaerah Solo (Jawa Tengah).

ETIOLOGI
HFMD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus coxsakie A-16 (COX A-16) dan enterovirus 71 (EV 71). HFMD adalah penyakit yang biasanya ringan yang disebabkan oleh infeksi virus coxsakie A-16 (COX A-16), sedangkan dari laporan yang lampau HFMD yang disebabkan enterovirus 71 akan menimbulkan gejala klinik yang berat seperti meningitis aseptic, edema pleura dan ensefalitis.
Virus coxsakie ini termasuk dalam virus enterovirus. Enterovirus adalah suatu golongan virus yang menempati usus yang kadang-kadang berkembang biak menjadi infeksi yang berat. Penamaan Coxsakie karena sewaktu ditemukan, virus ini berasal dari sample tinja yang normal dari orang di daerah coxsakie, New York.
Enterovirus termasuk dalam famili picornavirus yang arinya virus RNA yang kecil. Virus coxsakie dan enterovirus termasuk virus kecil tanpa envelope dengan single stranded, panjangnya 7400 nukleotida.

EPIDEMIOLOGI
HFMD diidentifikasi untuk pertama kali pada kejadian luar biasa di Toronto, kanada pada tahun 1957. Penyakit ini kemudian dikenal luas diseluruh dunia dan terjadi secara sporadic pada anak-anak, atau masyarakat tertentu dan sering menyebabkan terjadinya suatu kejadian luar biasa. Kelompok tersering diserang adalah anak usia 1-4 tahun, diikuti 4-14 tahun.
Kejadian luar biasa pernah dilaporkan di Indonesia adalah di Batam 7 kasus (2000), RSCM 1 kasus (2000), RS Pondok Indah 5 kasus (2000), RS Siloam 3 kasus (2000), Bojonegoro 14 kasus (2001) dan Surakarta 57 kasus (2001).
Manusia adalah satu-satunya yang dikenal menjadi reservoir virus ini. Cara penularan yang diketahui adalah fekal-oral, walaupun kemungkinan bias juga droplet infection atau dari ibu ke bayinya dalam periode perinatal. Virus Coxsakie dapat hidup diluar tubuh manusia cukup lama, sehingga memungkinkan penularan melalui cairan muntah penderita. HFMD pada anak laki-laki menimbulkan gejala yang lebih nyata dari anak perempuan sehingga terkesan angka kejadian HFMD lebih banyak pada laki-laki.

PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Gambaran patologi secara umum diambildari biopsy jaringan. Dari biopsy telapak tangan dan kaki penderita terlihat edema yang moderat dari epidermis interseluler sehingga ada gambaran spongiosis.
Pada gambaran mikroskopik electron didapatkan adanya kerusakan sedang sampai berat dari keratinosit di kulit dan mukosa mulut. Sel tampak nekrosis dengan inti yang tidak bersatu tetapi mengelompok atau menyebar sendiri-sendiri. Gambaran patologis yang dapat ditemukan pada paru dari beberapa analisis kasus yang berat yang meninggal di Taiwan didapatkan adanya perdarahan dan edema paru. Tampak gambaran kerusakan alveolar yang merata dan terdapatnya inflitrasi sel-sel peradangan. Gambaran Pneumonitis Focal kadang-kadang dapat ditemukan. Gambaran patologi yang juga banyak ditemukan adalah pada otak dimana tampak gambaran kongesti, edema serta infiltrasi limfosit di meningeal dan peri vaskuler. Selain Paru dan Otak beberapa organ yang dapat terlibat pada infeksi HFMD adalah jantung, seperti Pancarditis, di hati ditemukan adanya nekrosis fokal, dan pada pankrea didapatkan adanya degenerasi pulau Langerhans.
Replikasi Enterovirus dimulai di saluran napas atau saluran gastrointestinal, dan saat virus mulai masuk dalam aliran darah, virus tersebut mulai menyerang organ-organ tubuh dan jaringan tertentu yang berakibat timbulnya gejala penyakit. Saat virus masuk aliran darah berarti terjadi viremia dan panas. Biasanya viru juga mengalami replikasi yang kedua. Berdasarkan patogenesa kerusakan organ atau jaringan terjadi akibat invasi langsung virus pada organ sasaran atau virus menginvasi saraf menuju organ sasaran, sehingga beberapa ahli berpendapat bahwa enterovirus bersifat neuroinvasif dapat masuk ke SSP dan sumsum tulang belakang.

GAMBARAN KLINIK
Sebenarnya 50-90% infeksi enterovirus tidak menimbulkan gejala. Gejala yang biasa ditemukan adalah demam ringan yang tidak spesifik. Gambaran klinik yang dapat ditemukan pada infeksi enterovirus maupun coxsakie virus dapat asimptomatik, tidak khas sampai timbul gejala klasik sampai pada gejala yang berat bahkan kematian.
Gejala klinik HFMD sangat bervariasi, umumnya terdiri dari enantema yang terdapat dimukosa bukal,lidah, uvula, palatum dan gusi; Eksanthema (64%) ditelapak tangan, kaki, bokong, tungkai,lengan dan sedikit di muka; nyeri tenggorok (67%) malaise (61%), anoreksia (52%), demam (42-69%).
Gejala klasik yang dapat ditemukan adalah adanya masa inkubasi 4-6 hari, yang diikuti demam 1-2 hari yang diikuti adanya enanthema dan exantema lidah dan mukosa bukal adalah daerah yang paling sering terkena. Setelah exantema 1-2 hari kemudian akan ditemukan adanya vesike;l baik soliter maupun multiple. Kemudian vesikelnya pecah dan menjadi ulkus. Pada HFMD yang klasik, ulkus ditemukan pada lidah, mukosa bukal, tangan, kaki dan pantat. Biasanya penyakit ini akan membaik setelah 7 hari. Selain demam, gejala klasik lain yang dapat ditemukan adalah sakit tenggorok dan rasa lelah.
Gejala klasik yang ditemukan pada ksus HFMD di Jawa Tengah bervariasi pada 114 kasus dengan demam 60%, vesikel di mulut (96%), vesikel di kaki (96%), vesikel di tanga (91%), vesikel di pantat (96%) dan dimulut saja (9%).
Laporan oleh Bendig dan Fleming (1996), didapatkan exantema sebagai gambaran yang sangat menonjol, dimana pada semua kasus HFMD ditemukan kelainan ini di tangan 50,8% kasus menunjukkan eksantema di tangan, kaki dan mulut, 18% pada tangan dan kaki saja, 23% kasus hanya pada tangan dan mulut saja. Dari 39 kasus tersebut, 30,8 % kasus diantaranya juga menunjukkan eksantema ditempat lain seperti bokong atau genitalia.
Gejala yang berat pada umumnya disertai gejala pada otak, jantung, paru dan perdarahan. Gejala awal pada kasus yang berat biasa juga ada demam, enantema dan eksantema, vesikel dan ulkus. Gejala umum yang biasa ditemukan adalah iritabel, insomnia, abdomen yang tegang muntah berulang serta keringat dingin. Pada kasus yang berat, pada paru dapat ditemukan adanya perdarahan dan edema paru, yang dibuktikan dengan ditemukannya krepitasi, takipneu dan distress pernapasan sampai diperlukannya penggunaan ventilator. Kasus berat di SSP dapat ditemukan adanya kelemahan saraf kranial, halusianasi pendengaran, kejang mioklonik, hemiparesis atau monoparesis, gangguan konjugasi gerakan mata, ataksia, sampai meningitis aseptik dan ensefalitis, sedang pada jantung dapat ditemukan adanya miokarditis.
Gejala klinis yang berat terutama disebabkan oleh Enterovirus 71. Dari 39 kasus dengan ensefalitis, 30 kasus disebabkan Enterovirus, 9 kasus oleh Coxsakie 16/24/B5. Pada meningitis aseptik, 5 dari 11 kasus disebabkan Enterovirus 17, sisanya oleh penyebab lain. Kasus berat lain seperti perdarahan, edema paru, miokarditis, parese, sebagian besar disebabkan oleh Enterovirus 71.
Di Indonesia, dari isolasi virus di Solo (6 kasus) dan Jakarta (8 kasus) ditemukan 3 (Solo) dan 4 (Jakarta) adalah Enterovirus, sedangkan sisanya tidak ditemukan Enterovirus.
Laporan kasus yang sangat jarang adalah adanya infeksi virus Enterovirus 71 yang kongenital. Tetapi hal ini pernah dilaporkan terjadi pada seorang wanita hamil yang menderita infeksi Enterovirus 71 dan janinnya meninggal intrauterine. Pada otopsi janin ditemukan adanya hepatosplenomegali, kalsifikasi hati, asites dan hidrosefalus.

DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis HFMD biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi, dan laboratorium serta MRI. Pada Anamnesa diperlukan adanya riwayat kontak, atau riwayat bepergian ke daerah endemik. Pada pemeriksaan fisik biasa ditemukan adanya rash, enantema, eksantema, vesikel dan ulkus. Bisa dengan predileksi di tangan, mulut, kaki dan pantat. Pada pemeriksaan neurologi dapat ditemukan adanya paralisis saraf cranial VI, VII, IX, X, XI dan XII. Pada mata biasa ditemukan adanya gambaran klinis konjungtivitis, padaparu adanya pneumonia maupun edema paru, pada jantung ditemukan adanya miokarditis maupun gagal jantung. Pada hematologi rutin biasanya tidak spesifik. Biasa ditemukan adanya lekositosis dan trombositosis.
Biasanya sulit untuk memastikan penyebab dari infeksi Enterovirus ini. Uji diagnostik memerlukan fasilitas laboratorium yang khusus. Diagnosis etiologi dapat dibuat dengan mendeteksi adanya virus di tenggorok, feses, dan spesimen khusus seperti LCS, biopsi/kultur sel. Pemeriksaan lain yang dapat memastikan diagnosis adalah deteksi antigen dengan pengecatan antibody dengan tehnik immunofluoresensi, enzim immunoassay, maupun immunoperoksidase. Pemeriksaan yang lebih baru dikembangkan adalah pemeriksaan deteksi asam nukleat dengan tehnik polymerase chain reaction.
Pada kultur sel biasa diambil spesimen dari tinja, swab rectal, swab tenggorok, serum darah, vesikel di kulit dan mukosa mulut dan LCS. Adanya antibody IgM dan IgG spesifik dapat menggunakan tehnik ELISA. Teknik lain yang digunakan adalah complement fixation tes dan hemagglutination test.

DIAGNOSIS BANDING
– Morbili
Biasa pada Morbilli tidak ditemukan adanya vesikel dan ulkus. Gejala prodromal nyata, ada tanda patognomonik Koplik spot dan pada stadium konvalesensi ditemukan adanya hiperpigmentasi.
– Varisela
Kelainan di kulit biasa dimulai di tubuh. Kemudian baru menjalar ke tangan dan kaki.
– Herpangina
Mirip dan sulit sekali dibedakan dengan HFMD hanya dengan pemeriksaan fisisk.
– Stomatitis dan Faringitis karena infeksi bakterial
– Japanese B encephalitis.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi biasa berat. Pada paru dapat terjadi pneumonia, edema, perdarahan bahkan gagal napas. Pada hepar dapat terjadi Hepatitis dan bahkan gagal hati, pada perut terjadi apendisitis, pseudoperitonitis, pseudoobstruksi dan bahkan peritonitis. Komplikasi lain yang dapat ditemukan adanya perdarahan di mata, nefritis dan pankreatitis.

PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan spesifik untuk HFMD. Namun pada penelitian terbaru, pemberian antivirus Pleconaril sedang dilakukan. Pleconaril dicoba diberikan pada HFMD dengan meningitis aseptic dan juga kasus immunodefisiensi. Pengobatan dengan Immunoglobulin intra vena pernah dilaporkan. Biasa diberikan dengan dosis 0,2 ml/kgBB IM atau IV. Immunoglobulin biasa diberikan pada HFMD dengan keadaan berat seperti meningoensefalitis, miokarditis, keadaan immunodefisiensi dan gangguan paru.
Pada penelitian terbaru oleh Rotbart dkk dinyatakan bahwa penggunaan Pleconaril pada infeksi oleh Enterovirus bersifat life threatening, dengan hasil 78% mengklaim perbaikan.
Dalam perwatan, disamping perawatan suportif perlu dilakukan pengawasan terhadap kontak penderita khususnya anak-anak, sehingga perlu dilakukan isolasi penderita. Kebersihan hygiene sebelum dan sesudah kontak penderita perlu dilakukan. Penyakit ini biasanya self limiting dalam 7 hari, bila tanpa komplikasi.

PENCEGAHAN
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk Enterovirus 71. Pemberian Immonoglobulin masih dianggap tidak praktis. Hal yang perlu diperhatikan adalah isolasi penderita dan pencegahan kontak terhadap penderita HFMD.

KEPUSTAKAAN
1. Bendig JWA, Fleming DM. Epidemiological, virological and clinical features of an epidemic of Hand, Foot and Mouth Disease in England band Wales. CDR review 1996;r82-r85.
2. Ho M, Eng RC, Kwo HH, Shing JT, et al. An epidemic of Enterovirus 71 infection in Taiwan. N Engl J of Med 1999;341:929-35.
3. Ingerani S, Yuwono D. Hand Foot Mouth Disease: Indonesia’s Experience. Dalam : Soetjiningsih, Sukardi R, Subanada IB, Sanjaya IP, et al. Proceedings book vol 2. 12th National Congress of Child Health. Bali, June 30 – July 2002: 485-487.
4. Modelin JF. Enteroviruses: Coxachie viruses, Echoviruses, and Newer Enteroviruses. Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases. Lang SS, Pickerung LK, Prober CG. Editors. 2nd ed. New York, Churchill-Livingstone 2003; 1179-88.
5. Nadhirin H, Informasi penyakit mulut, kaki dan tangan (PMKT), sub dit. Pengamatan epidemiologi penyakit, dit. Epidemiologi, imunisasi dan kesehatan Matra. Ditjen PPM PL, Depkes RI Jakarta. Jakarta 5 Oktober 2001.
6. Shindrova IM, Chumakov MP, Voroshilova MK, et al. Epidemiological, clinical and pathomorphological characteristics of epidemic poliomyelitis like disease cause by enterovirus 71. J Hyg. Epid. Microbiol. Immunol. 1979;23:284-95.
7. Soetjiningsih, Sukardi R, Subanada IB, Sanjaya IP, et al. Proceedings book vol 2. 12th National Congress of Child Health. Bali, June 30 – July 2002: 485-487.
8. Sutaryo. Penyakit Tangan Kaki dan Mulut (PTKM) pada manusia. Buku pegangan untuk para professional. Yogyakarta:Medika FK UGM,2002.
9. Tumbelaka AR. Penyakit Tangan, Kaki dan mulut. Dalam : Soetjiningsih, Sukardi R, Subanada IB, Sanjaya IP, et al. Proceedings book vol 2. 12th National Congress of Child Health. Bali, June 30 – July 2002: 481-484.

Tinggalkan komentar